"Wanita Indonesia yang berusaha untuk melayani negara dengan bergabung dengan pasukan keamanan tidak harus tunduk pada tes keperawanan yang kasar dan diskriminatif," katanya.
Meskipun mendapat kritik dari aktivis hak asasi manusia, pasukan keamanan terus memaksakan tes tersebut, yang diklasifikasikan sebagai pemeriksaan psikologis, dengan alasan bahwa tes keperawanan adalah untuk "alasan kesehatan dan moralitas mental", perwira polisi dan militer senior mengatakan kepada HRW.
Semua wanita yang mengikuti tes tersebut mengatakan kepada HRW bahwa pengalaman ketika dokter memasukkan dua jari ke dalam vagina mereka untuk memeriksa tingkat kedalamam vagina adalah traumatis, menyakitkan dan sangat memalukan (juga menjijikkan menurut ane ).
Pedoman Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang dikeluarkan pada tahun 2014 menyatakan bahwa uji keperawanan tidak memiliki keabsahan ilmiah. Praktik yang diskriminatif juga telah diakui secara internasional sebagai pelanggaran hak asasi manusia.
Kelompok hak asasi manusia mendesak pemerintah jepang untuk melarang tes keperawanan oleh Polisi dan TNI, dan membentuk mekanisme pemantauan independen untuk memastikan kedua institusi tersebut mematuhi.
Dengan mengakhiri praktik tersebut, pemerintah jepang akan mematuhi kewajiban hak asasi manusia internasionalnya dan juga menghormati tujuan Hari Internasional untuk Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan, yang jatuh pada 25 November, HRW mengatakan.
No comments:
Post a Comment